REMEMBER YOU: Kacau..Biarlah..
“Saya ga bisa dapet obat double?”Laurent memastikan sekali lagi permintaannya tidak ditolak, tapi apoteker yang ada di depannya hanya tersenyum manis dan menggeleng. Tadinya Laurent sudah mau membuka dompetnya dan mau memberi ‘salam tempel’. Siapa tahu si apoteker berubah pikiran. Tapi ia urungkan niatnya. Dulu dia sangat membenci orang yang KKN, jangan sampai ia menjadi salah satunya.
Laurent membuka
plastik berisi obat psikiatrinya. Masih obat yang sama seperti bulan lalu ia
terima. Setidaknya dokter E tidak menggantinya. Ia sudah merasa cocok dengan
obat yang sekarang.
Tanpa melihat
langkahnya, Laurent berjalan sambil memasukan plastik obatnya ke dalam tas. Ia
tidak melihat papan peringatan lantai sedang dipel.
Tepat saat
sebuah suara berteriak.
“Tante awasss!”
Laurent
merasakan licin di telapak sepatunya. Dalam sepersekian detik ia hilang
keseimbangan. Tangannya menggapai-gapai udara. Tidak ada yang bisa menjadi
pegangan. Ia memejamkan matanya bersiap merasakan benturan keras.
Hap!!
Tiba-tiba dua
tangan menangkap ketiaknya. Kepalanya mendarat di bahu yang kecil. Beberapa saat
Laurent terpaku, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Sepertinya, ia
baru saja selamat dari kecelakaan.
“Tante ngga
apa-apa?” tanya suara yang tadi berteriak.
Laurent segera
menegakkan duduknya. Orang-orang yang ada di lobi rumah sakit langsung menghela
napas lega.
“Bu, ngga
apa-apa?” tanya security yang tampaknya tak kalah terkejut. Ia meraih lengan
Laurent dan membantunya berdiri.
Security dan orang
yang tadi menahan tubuhnya menuntun Laurent untuk duduk. Syukurlah mereka
membantu, kaki Laurent terasa lemas, saking terkejutnya.
Gadis yang
menolongnya menepuk-nepuk punggungnya pelan. Ia membuka botol mineralnya yang
sepertinya baru ia beli di mini market dan menyodorkannya pada Laurent. Laurent
menerimanya tanpa menoleh dan meminum beberapa tegukan.
“ Makasih,”
bisik Laurent dengan suara serak. Ia masih bisa merasakan jantungnya berdegup
sangat kencang. Tangannya basah oleh keringat dingin.
“ Tante
sendirian? Ada yang jemput ga?” tanya gadis itu lagi, penuh perhatian.
“ Asisten Tante
sebentar lagi dateng,”jelas Laurent sambil menoleh pada gadis itu. Ia ingin
mengingat wajah orang yang sudah membantunya.
Saat melihat
wajahnya, Laurent merasa sekelilingnya seperti berhenti bergerak. Nafasnya
tercekat. Jantungnya sekarang berdetak terasa sangat lambat.
“ Oh, tante ada
asisten?” gadis itu membuat bunyi ‘O’, pelan. Tampak terkesan dengan kata
‘asisten’.
Laurent terus
menatap wajah gadis itu. Ia tidak mungkin salah mengira. Gadis itu benar-benar
dia. Laurent masih mengingat dengan jelas wajahnya walau saat itu ia tampak
pucat, seperti tak bernyawa. Tatapannya kosong tak bereaksi pada apa pun.
“Nama
kamu…siapa?” tanya Laurent, terbata. Ia berharap kalua ia salah mengenali.
Berharap kalua gadis ini bukan orang yang ia tahu.
“Hira,Tante.”
Hira
mengulurkan tangannya untuk memberi salam tapi tangannya tergantung lama, tak
disambut. Wanita seusia mamanya yang ada di hadapannya tampak lebih pucat dari
saat ia hampir terjatuh.
Apa ada yang
salah? Piker Hira, kuatir.
“Tante ngga
apa-apa?” tanya Hira, memastikan lagi. Jangan-jangan tadi beliau ada terluka.
“Iya…Tante ngga
apa-apa.” Laurent menjawab dengan suara yang hamper tak terdengar. Ia memandang
Hira dari atas sampai bawah. Gadis itu benar-benar dia.
“Kamu…berobat…”
Laurent ingin mengajukan pertanyaan ragu-ragu.
“Iya tante. Ke
dokter Eril.”jelas Hira membuat napas Laurent semakin berat.
Ke dokter Eril
berarti masala psikiatri. Masalah psikologis. Laurent tahu pasti karena tiap
bulan ia kontrol pada dokter yang sama agar ia bisa tetap produktif di
tengah-tengah ia menghadapi gangguan moodnya.
“Saki tapa?
Tante juga dari situ..”
Laurent
menegakkan duduknya dan menatap Hira lebih dalam. Gadis itu tampak terkejut
dengan sikap Laurent, tapi Laurent tak menggubrisnya. Ia ingin tahu
perkembangan tentang Hira.
“PTSD (post
traumatic stress disorder), Tante..”Hira menjawab, ragu. Haruskah ia
menceritakan lebih detil tentang amnesianya?
“ Oh, kasihan. Kecelakaan?”
tanya Laurent membuat Hira mulai tidak nyaman. Kenapa wanita ini ingin tahu
lebih banyak.
“I..Iya, Tante.
Setahun lalu.”
Hira sudah
bersiap untuk pertanyaan selanjutnya, tapi Laurent tidak melanjutkan. Ia hanya
menatap Hira dengan iba.
Tersadar kalua
dirinya terlalu lama menatap Hira, Laurent langsung mengibaskan tangannya di
depan wajahnya sendiri. Gadis itu pasti bingung dengan sikapnya yang terlalu
mau tahu.
“ Tante juga
baru dari dokter Eril. Mood disorder, depressi sama kecanduan alkohol,” jelas
Laurent sambil membuka tasnya dan mengeluarkan kartu Namanya. Ia tidak menutupi
penyakitnya. Ia tidak peduli orang-orang membicarakannya di belakang. Biar
orang tahu faktanya.
“Ini kartu nama
tante, hubungi tante sekali-sekali ya. Boleh tahu nomor hp kamu?”
Hira menerima
kartu nama yang disodorkan Laurent dan membacanya dengan wajah melongo. Ia
tidak percaya ini. Laurent Sudrajat, Founder & CEO Gaby & friends, clothing
line kelas atas. Uang bulanan Hira palingan hanya cukup untuk membeli 1 produk
kecilnya. Itu pun diskon.
Mimpi apa dia
semalam bisa sampai kenalan sama orang berpengaruh ini?
“Boleh minta
nomor hp kamu?”tanya Laurent sekali lagi karena Hira tampak sangat takjub
membaca pada kartu nama yang ada di tangannya.
“ Oh, iya
tante..” Hira menyebutkan nomor handphonenya dan wajahnya tampak datar, masih
tidak percaya nomor handphonenya tersimpan dalam kontak orang penting.
“Bu…”
Entah sejak
kapan, tahu-tahu seorang wanita berambut pendek berdiri di dekat mereka. Wanita
itu tampak sangat sederhana. Makeup tipis, blous warna krem, celana bahan dan
sepatu flat. Tapi dari cara dia mengambil tas Laurent dan menuntunnya, Hira
bisa melihat kalua dia cekatan dan bisa dipercaya.
“ Yul,
ingat-ingat nona ini ya. Kapan-kapan mungkin saya mau ketemuan dengan dia.
Hira, ini Yuli, asisten saya. Panggil aja Ci Yuli. Umurnya belum 30.”
Hira mengangguk
pada Yuli dan dibalas anggukan pula dengan tatapan yang lekat. Hira bisa
melihat kalua Yuli agak terkejut saat mata mereka bertemu, tapi ia dengan cepat
menyembunyikannya. Benar-benar ahli.
“ Iya, bu. Akan
saya ingat. Terima kasih buat bantuannya.”Ci Yuli tersenyum lembut, lalu
menuntun Laurent berjalan kea rah pintu lobi.
Laurent
melambaikan tangan pada Hira dan Hira membalasnya dengan bingung. Ia bisa
mencatat kejadian hari ini di blognya sebagai ‘kejadian luar biasa’. Boleh kan
Hira pamer di blognya? Walaupun mungkin ga akan ada yang percaya.
***
Hira menahan
napasnya merasakan gerakan lembut jemari Ben di rambutnya. Ia menyingkirkan
daun-daun yang berguguran di atas kepala Hira.
“ Heheheh…”tanpa
sadar Hira cengengsan untuk menutupi rasa groginya dan ia menyesalinya.
Hari ini
setelah makan siang, Ben mengajaknya duduk-duduk di taman kampus. Minggu depan
ia akan sidang TA dan ia berusaha menguasai teori-teori yang menjadi dasar
Tanya. Ia minta Hira menemaninya sementara ia belajar.
Daripada
menemani, Hira lebih merasa seperti diajak piknik, melihat pemandangan indah.
Mukanya. Iya, mukanya Ben itu entah kenapa seperti memancarkan aura yang
membuat Hira merasa lebih relax. Berkali-kali ia bertanya dalam hati, ini
orang manusia atau malaikat? Berkali-kali juga ia bertanya dalam hati, gua
mimpi bukan sih? Beneran ini orang temenan sama gua?
“ TA kamu
tentang apa?” Hira mengalihkan perhatiannya pada diktat dan buku yang sedang
Ben baca. Ia sedang berusaha untuk tidak terlalu focus memandangi Ben. Ia takut
mabuk.
“Animasi
edukasi tentang disiplin berlalu lintas.”
Hira bengong
mendengar jawaban, Ben. Ga salah? Kok kayak anak TK.
Ben tersenyum
simpul melihat reaksi Hira. Sudah banyak orang yang bingung dengan proyek TA
Ben yang terlihat sepele. Setelah Ben jelaskan, baru mereka mendukung dan
memberi apresiasi.
“ Ini bukan
animasi biasa.” Ben mengeluarkan satu bundle dokumen berisi penjelasan animasi
yang ia buat.
“ Aku bikin
animasinya beberapa bagian. Semuanya detil tentang disiplin berlalu lintas yang
kadang orang kita belum engeh. Misalnya, gimana cara nyalib kendaraan lain yang
bener. Atau misalnya saat di perempatan jalan yang ga ada lampu merahnya karena
bukan jalan utama, kita harusnya gimana. Harusnya kan memperlambat laju atau
berenti sebentar, liat kanan kiri, baru lanjut. Kalau ada kendaraan lain pun
ada aturannya siapa yang harus didahulukan. Semuanya ada tertulis di
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aku bikin animasi ini dalam
Bahasa sederhana supaya orang awam bisa lebih ngerti.”
Hira
membuka-buka lembaran persentasi itu dan terkagum dengan banyaknya aturan yang baru
Hira tahu benar-benar ada. Pantas saja kecelakaan lalu lintas menjadi salah
satu penyebab kecelakaan tertinggi. Siapa yang mau susah payah baca
undang-undang yang rumit, ngejelimet dan super detil? Tapi ide Ben ini
sepertinya akan sangat membantu polisi lalu lintas untuk memberi edukasi.
Kenapa dia
keren banget sih? Jerit Hira dalam hati, setelah melihat semua bahan
persentasinya.
“ Gimana?”
tanya Ben setelah Hira selesai membaca dan menyerahkan dokumen persentasi Ben.
“ Lo bakal
ngebantu polisi ngurangin angka kecelakaan lalu lintas.”Hira mengacungkan 2
jempolnya dan mengangkat kakinya menunjukkan ia memberikan 4 jempolnya untuk
Ben. Ben tertawa renyah dan membuat pipi Hira memanas.
“Ra, muka kamu
kok merah? Kamu demam?”
Ben menempelkan
tangannya untuk mengecek suhu tubuh Hira. Bukannya jadi tenang, wajah Hira
semakin terasa panas. Ben terlalu banyak menyentuhnya. Sekarang Hira merasa
seperti ada uap panas menyembuar dari kepalanya.
Anjir, bisa
mati di tempat gua. Ganteng overload itu bahaya. Apalagi kalau di depan mata, Hira menjerit
dalam hati. Haruskah dia menghubungi UGD?
Takk!!
Tiba-tiba
sebuah benda melesat melewati wajah Hira dan Ben. Benda itu mengenai batang
pohon dan jatuh diantara tanaman hias. Hira dan Ben langsung menoleh ke arah
benda itu dilempar.
“Siapa tuh?
Bahaya tahu!” seru Ben, galak. Ia bangkit berdiri dan mendekati bangunan lab
mesin, tempat mahasiswa jurusan teknik kuliah praktek. Di belakang bangunan itu
terlihat bayangan orang yang tampak sibuk. Entah apa yang dilakukan orang-orang
itu.
Beberapa
mahasiswa memang sering menjadikannya lokasi kegiatan ‘terlarang’. Entah
transaksi barang seperti flash disk
berisi koleksi jurnal untuk diplagiat, blue film, sampai jual beli doping obat
stimulan agar kuat bergadang pada saat ujian semester.
“Kan gua bilang
juga apa! Bakak ketahuan dah!”bisik salah satu dari mereka sambil berusaha
menutupi wajah. Mereka dua orang memakai masker dan topi hitam. Perawakannya
menunjukkan mereka dua laki-laki dewasa. Salah satunya berambut sebahu, diikat
ke belakang.
“Abang? Ngapain
di sini?”
Hira yang
ternyata sudah berdiri di samping Ben menatap dua orang itu dengan tidak
percaya. Ia mendekati mereka, menarik topi dan maskernya. Dua laki-laki itu
salah tingkah. Mau kabur tapi tidak tahu mau lewat mana. Tatapan tajam Hira pun
sudah cukup untuk mereka membatalkan rencana langkah seribu.
“Ngga ada
apa-apa. Kita cuma mau liat-liat. Ya kan?”Andra dan Mahesa berceloteh tak
jelas, menutupi tujuan utama mereka memata-matai Hira. Lebih tepatnya cowo yang
sedang dekat dengan Hira.
Rencana
mata-mematai dipimpin oleh ayah mereka yang besok akan pulang. Andra dan Mahesa
ditugaskan untuk menggali sebanyak mungkin informasi pria yang sedang dekat
dengan Hira. Karena strategi stalking social media tidak menghasilkan banyak informasi
yang berarti, mereka memakai strategi gerilya 2 dengan memata-matai. Sejauh ini
informasi yang mereka dapatkan tidak begitu banyak.
Namanya
Benedictus
Mahasiswa
tingkat 7
Sedang
menyiapkan sidang TA
Anak
konglomerat
Orang yang
dingin tapi baik
“Ga gini ya
mainnya. Pakai mata-matain Hira!”omel Hira dengan wajah kesal, tatapan tajam,
siap mencakar jika salah 1 dari abangnya itu berulah.
“Ya, kalian
ngapain pake sentuh-sentuhan segala? Kalian pacaran? Suami istri?” komplain Andra. Membuat kepala Hira panas
karena malu.
“Bukan urusan
abang ya.”bisik Hira di telinga Andra dengan gigi terkatup.
“Liat ntar di
rumah.. “ geram Hira, mengancam.
“Ben? Hira?
Lagi ngapain di sini?”suara merdu Pamela mengalihkan kakak beradik itu.
Mereka tidak
menyadari sudah menjadi tontonan mahasiswa mahasiswi yang hilir mudik di
sekitar Lab Mesin. Melihat wajah cantik Pamela, Hira merasa malu setengah mati.
Kenapa hidupnya tidak ada anggun-anggunnya? Punya dua abang walaupun ganteng,
tapi kelakuan lebih absurd. Banyak cewe yang mendekat jadi ilfil karena
kelakuan mereka yang tidak jelas.
“ Hai, Pamela,”
sapa Hira dengan wajah menahan malu. Andra dan Mahesa yang terpesona melihat
Pamela sudah mau mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri tapi Hira memukul
keduanya dengan keras.
“Ini
abang-abang gua lagi main ke kampus,” jelas Hira sambil terus menepis tangan
Andra yang berusaha bersalaman dengan Pamela. Pamela dan Ben yang melihat
kelakuan kakak adik itu hanya bisa senyum-senyum menahan geli.
“ Saya Mahesa!
Programer freelance! Kalau kamu butuh programmer, bisa hubungi saya.” Tiba-tiba
saja Mahesa sudah ada di hadapan Pamela, memberjkan kartu namanya yang berwarna
pink.
“Wow, pink!”Pamela
membaca kartu nama itu dengan takjub.
“Saya cowo,
tapi mendukung kesetaraan gender. Termasuk soal warna. Warna itu netral. Tidak
ada jenis kelamin.”
Pamela
menggut-manggut kagum dengan penjelasan Mahesa. Melihat respon Pamela yang
positif, ia menoleh pada Hira dan Andra, mengepalkan tinjunnya penuh semangat.
“Yes!” bisiknya, girang.
Hira menarik
Andra dan Mahesa agak menjauh dari Ben dan Pamela. Bagaimana pun ia tidak mau
setengah hari ini dimata-matai kedua abangnya.
“ Abang berdua
pulang ya. Hira ga mau sampai liat kalian mata-matain Hira lagi,” pinta Hira
dengan tegas. Ia menatap kedua abangnya dalam-dalam. Ia ingin keseriusannya terhujam
ke dalam bagian paling dalam alam bawah sadar mereka. Ya…sebenarnya bukan begitu
juga caranya. Pokoknya mereka harus paham.
“ Hira akan
jaga diri. Hira tahu kenapa abang berdua mata-matain Hira. Iyaaaa..Pokoknya
Hira akan jaga jarak,” Hira meyakinkan kedua abangnya lagi yang masih tampak
ragu-ragu untuk meninggalkannya.
Merek pikir,
bagaimana nanti kalua Ben menyentuh Hira lebih dari yang mereka lihat tadi.
Bagaimana kalua Hira terjebak dalam pesona laki-laki tampan busuk itu?
“ Pokoknya Hira
bakal jaga jarak!” geram Hira melihat kedua abangnya menatap Ben dengan mata
tajam, penuh curiga.
“ Pulang sana!”
Hira mendorong Andra dan Mahesa ke arah gerbang
terdekat dengan taman kampus agar segera enyah dari pandangannya.
“ Pamela..Jangan
lupa hubungi saya yaaa..” pinta Mahesa saat melewati Pamela. Hira mengibaskan
tangan dan kakinya agar mereka segera pergi. Mereka berdua membuatnya malu
sekali.
“Kakak-kakak
kamu ada perlu apa ke kampus kita? Dulu mereka kuliah di sini juga?” tanya
Pamela saat Andra dan Mahesa sudah menghilang diantara mahasiswa yang wara
wiri.
“ Itu..mereka ada
perlu sama gua. Sudah beres sih. Mereka bukan lulusan kampus sini. Abang gua yang
paling tua ga kuliah. Dia lebih suka backpacker sambil nulis blog dan ngevlog.
Kalau abang kedua gua, dia lulusan Maranatha, Bandung. Udah 3 tahun ini jadi
freelance programming dan web design.”
Pamela dan Ben
mendengarkan cerita Hira dengan kagum. Ia tampak bingung dengan respon mereka
berdua.
“ Aneh ya?
Keluarga gua emang agak aneh. Suka pada hidup seenaknya. Mereka punya uang
banyak juga masih numpang di rumah ortu gua hahahhaha…”Hira tertawa garing mendengar
ocehannya sendiri. Orang tua mereka sudah mengusir mereka sejak dua tahun lalu
karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Tapi mereka terlalu malas untuk
mencari tempat sendiri. Alasannya banyak, tidak mau meninggalkan Mama dan Hira
sendirian, takut tidak ada yang menjaga dua wanita kesayangan mereka. Padahal
sebenarnya mereka ingin bermanja-manja supaya saat lapar sudah ada makanan. Oh
ya, tentu saja itu alasan paling masuk akal di kepala Hira.
“Keluarga lo
lucu. Keren juga. Selama ini gua tahunya orang tua malah maksa anaknya tinggal
serumah, harus berkarir di bidang yang mereka mau.”
Sambil berjalan
ke arah Gedung A Pamela dan Hira mulai asik berdiskusi sementara Ben menyimak.
“ Bokap awalnya
ga suka sih dengan keputusan mereka. Makan apa? Yakin bisa hidup dengan karier
yang kayak gitu? Tapi ya gitu, keras kepalanya mereka warisan dari Papa juga.
Mereka bodo amat dan buktiin dengan cari duit yang banyak. Papa mulai diem pas
mereka patungan beliin jam tangan mahal buat Papa. Ngasihnya dengan muka bangga
dan ngeledek bokap sih,”Hira tertawa pelan membayangkan wajah kedua abangnya
yang mendengus bangga saat mata ayah mereka terbelalak melihat isi kotak
hadiahnya. Jam Victorinox
Swiss Army yang sudah lama ia inginkan. Sejak itu tidak pernah ada kalimat complain
dari ayahnya. Hanya mengingatkan untuk terus tekun dan bertanggung jawab dengan
pekerjaan mereka.
“ Abang-abang kamu hebat yaa. Gua
kuliah bisnis ini aja karna dipaksa Papa. Biar bisa lanjutin perusahaan
keluarga katanya. Padahal gua pengen banget masuk fashion designer ESMOD.
Sekarang akhirnya gua banyakin main ke tempat nyokap Ben, belajar tentang
fashion di situ dikit-dikit.”Pamela bercerita dengan mata berbinar. Setelah sekian
lama, akhirnya ada seseorang yang ia ajak bicara tentang cita-citanya selain Ben.
Apalagi Hira perempuan. Perempuan pasti bisa mengerti pikiran sesama perempuan.
Walau tidak semua begitu. Teman-temannya sendiri selalu bilang Pamela tidak
perlu bersusah payah mengejar karir ini itu. Dia sudah mendapatkan warisan,
karir artis cemerlang, tidak perlu takut lagi akan masa depan yang suram. Buat
apa lagi punya cita-cita. Perkataan yang mematahkan semangat Pamela untuk mengejar
hal-hal yang ia sukai.
Untungnya Ben tidak begitu. Ben malah
menawarkan Pamela untuk belajar di butik Tante Lauren. Dia tidak perlu membayar
biaya belajar karena Tante Laurent tidak membuka kursus. Malahan beberapa kali
beliau mengijinkan gaun rancangan Pamela di pajang di etalase butik dan hasil
penjualannya diberikan pada Pamela.
“ Lo belajar rancang fashion? Padahal lo
udah mapan bisa aja santai-santai. Hebat banget masih mau belajar ngejar
cita-cita. Gua malah lebih suka rebahan..”Hira dan Pamela tertawa mendengar
ocehan Hira. Mereka tidak menyadari pandangan Ben yang sayu, mengamati mereka berdua
dengan sendu.
Dilarang mengcopy postingan di blog ini tanpa seizin penulis. Untuk penggunaan content atau kerja sama silahkan hubungi author di email lasma.manullang230@gmail.com. Terima Kasih.
Pic: pixabay
Pic: pixabay
0 Comments